Jumat, 28 Februari 2014

Pengertian Dhaif

Pengertian Dan Istilah Hadits Dhaif Pengertian Dan Istilah Hadits Dhaif, Derajat Hadits Dhaif, kata lain Makna dan arti Hadits, Maudhu Palsu, Gharib, ahad mutawatir aziz Pengertian Dan Istilah Hadits Dhaif Pengertian Dan Istilah Hadits DhaifPengertian Dan Istilah Hadits Dhaif Pengertian Dan Istilah Hadits Dhaif Pengertian Dan Istilah Hadits Dhaif Pengertian Dan Istilah Hadits Dhaif 
Kata Dhoif di ambil dari kata dhu’fu atau dha’fu (Lemah) yang merupakan isim sifat dhifa yang berarti lawan dari kata (quwwah)kuat. Secara terminology hadist dhoif yaitu hadist yang tidak memiliki shifat "hasan" dah jauh dari "shahih". Secara spesifik Hadis Dhaif adalah Setiap hadis yang tidak terhimpun padanya semua syarat hadis sahhih dan tidak pula semua syarat hadis Hassan. (rujukan:Al-manhal ar-rawiy(ms/38);Muqadimatu Ibni Ash-Shalah(ms/20);Irsyad Thullab Al-Haqaiq(1/153

Syeikh Al-Qasimi : 
Refrensi dari kitab ’Uyun al-athar dan Fathul Mughis 

didalam kitabnya beliau berkata “Diceritakan oleh Ibnu Sayyid al-Nas didalam kitab ’Uyun al-athar dari Yahya Bin Mu’in dan dinisbahkan pula didalam karya Abi Bakr Ibni Arabi “Secara zahirnya sesungguhnya mazhab al-bukhari,Muslim mengatakan : "Tidak boleh beramal dengan Mengunakan hadis Dhaif’’.


Syeikh Ali al-Qari :

kitab Al-Maraqah jilid 2 ms/381

didalam kitab Al-Maraqah jilid 2 ms/381. Beliau berkata : “Sesungguhnya hadis Dhaif ini "boleh" diamalkan didalam perkara-perkara yang tergolong dalam amalan-amalan tambahan(fadail amal),dan sesungguhnya perkara itu merupakan hasil ijmak ulama yang sebagaimana telah dikatakan oleh Imam nawawi.Namun,yang dimaksudkan itu (fadail amal) disini adalah amalan-amalan yang sebagaimana yang telah ditetapkan oleh Kitabullah dan Sunnah RasulAllah ’’
Ahmad bin hambal, Abdullah bin al Mubarak berkata: “Apabila kami meriwayatkan hadits tentang halal, haram dan hukum-hukum, kami perkeras sanadnya dan kami kritik rawi-rawinya. Tetapi bila kami meriwayatkan tentang keutamaan, pahala dan siksa kami permudah dan kami perlunak rawi-rawinya.”
Ibnu Hajar Al Asqalany: " Membolehkan berhujjah dengan hadits dhoif untuk fadla’ilul amal dalam 3 syarat, yaitu:
  • Syarat yang pertama : Hadits dhoif itu tidak dilebih-lebihkan. Oleh karena itu, untuk hadits-hadits dhoif yang disebabkan rawinya pendusta, tertuduh dusta, dan banyak salah, tidak dapat dibuat hujjah kendatipun untuk fadla’ilul amal.
  • Syarat yang kedua : Dasar amal yang ditunjuk oleh hadits dhoif tersebut, masih dibawah satu dasar yang dibenarkan oleh hadits yang dapat diamalkan (shahih dan hasan)
  • Syarat yang ketiga : Dalam mengamalkannya tidak mengitikadkan atau menekankan bahwa hadits tersebut benar-benar bersumber kepada nabi, tetapi tujuan mengamalkannya hanya semata mata untuk ikhtiyath (hati-hati) belaka.
Pendapat Imam An-Nawawi Di-Syarah Arbain :
Jumhur Ulama telah sepakat membolehkan mengamalkan Hadits Dhaif Untuk Keutamaan-Keutamaan Amal(fadhailul-A'mal)

Kronologi Penamaan hadist

Shahih, hasan, dhoif dikenali dari perawi-perawinya
Pada dasarnya semua hadist itu adalah "sahih, pada zaman Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya. Yang membuat Penilaian kategori hadist sahih, hasan dan dhaif adalah ulama ahli hadist atau para muhadistin, seperti Imam Bukhari, Imam muslim, Imam turmudzi, Imam nasa'i, Imam abu daud, Imam ibnu majah,(dan seterusnya.Pen). untuk mencegah adanya hadist falsu. karena pemalsuan hadist sudah ada sejak jaman nabi muhammad SAW masih hidup. Imam Assyuthi membeberkan di dalam kitabnya "Manzhumah ilmi atsar" kurang lebih 14 ribu hadist yang telah dipalsukan pada era masih hidupya nabi muhammad SAW oleh orang-orang kafir zindiq dari kalangan orientalis. Maka timbulah pengkatagorian hadist menjadi empat : Shahih, Hasan, Dhaif, da maudhu', dalam kerangka fiterisasi hadist. akan tetapi Penilaian para imam muhaditsin tidak cukup dinggap kuat atau qaul yang muktamad Menurut para imam Mujtahid jika ini di tinjau secara hakekat, hanya saja pengkatagorian mereka sebagai bahan pertimbangan didalam meetapkan satu hukum sara'.

Sebagian Ulama, Seperti Imam Assyuthi didalam manhajnya Beliau perah mengistikharahkan satu hadist dhoif, yang menurut kebanyakan imamul-muhadistin adalah sebuah hadist dhoif yang sangat lemah kedoifan-nya sehingga mencapai level maudhu(hadist palsu). Al-kisah, didalam mimpi beliau bertemu dengan rasulullah dan beliau mengatakan :"hadist ini benar dariku". (sumber: tazkirul-hufazh Bab pembahasan tentang beliau) Para muhadist hanya mengumpulkan dan menyampaikan hadist. Dan Mereka tidak memiliki mazhab seperti para imam mujtahid yang empat (Imam abu Hanifah, Imam Maliki, Imam syafi'i, Imam Ahmad bin Hambal)

Sebagian Imam-Imam Mujtahid (ulama fikih 4 mazhab) seperti mazhab imam Syafie, ada juga yang menggunakan hadist dhaif untuk menyelesaikan masalah fikih karena mereka berpendapat tidak semua hadist shahih bisa di amalkan, dan tidak semua hadist dhaif ditinggalkan. Kedhoifan satu hadist hanya dihubungkan dengan kelemahan perawinya tetapi bukan kedhaifan secara hakikat, oleh karena itu kebanyakan pengikut dari mazhab imam Syafi'i lebih dominan untu istikhrah didalam menentukan hadist itu dhaif atau tidak. pen). Pada dasarnya, kedudukan Ulama ahlul-hadist itu setingkat dibawah Para mujtahid (ulama feqah 4 mazhab). Sebagai penutup penjelasan, Nabi Muhamad SAW pernah berkata kata : “siapa orang dimana Allah menginginkan kebaikan yang kepadanya, maka Allah akan memberikan tafaquh-fiddin (kefahaman agama)”. Mereka(para imam mazhab) boleh mengeluarkan berbagai hukum dari 1 ayat quran, sehingga 1 ayat boleh dikeluarkan 10 hukum. Hadis dhaif boleh diamalkan.
sumber rujukan :kitab Al-Maraqah jilid 2 ms/381. Assyuti dan Kitab Minhatul Mughiits. Nasbun Nuraini Jilid 1 Hal.78/79. Manzhumah Ili Atsar Assyuthi, Miqadimah Syarah Arbain

Tidak ada komentar:

Posting Komentar