Sombong
atau dalam istilah Arabnya Al-Bathar, dalam kamus lisan Al-Arab disebutkan
bahwa arti kata bathar sinonim dengan takabur yang berarti sombong. Rasulullah
SAW dalam hadis menjelaskan definisi sombong :
الْكِبْرُ بَطَرُ
الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ
Sombong
ialah tidak menerima kebenaran dan menghina sesama manusia.[1]
Menurut Raghib Al Asfahani Ia mengatakan, “Sombong
adalah keadaan seseorang yang merasa bangga dengan dirinya sendiri . Memandang
dirinya lebih besar dari pada orang lain, Kesombongan yang paling parah adalah sombong kepada Rabbnya dengan menolak
kebenaran dan angkuh untuk tunduk
kepada-Nya baik berupa ketaatanataupun mengesakan-Nya”.[2]
Dalam buku ihya’ ulumuddin Al-Ghazali
nendefinisikan sombong adalah suatu sifat yang ada didalam jiwa yang tumbuh
dari penglihatan nafsu dan tampak dalam perbuatan lahir.[3]
Secara universal maka, perbuatan sombong dapat dipahami dengan membanggakan diri
sendiri, mengganggap dirinya lebih dari orang lain. perbuatan sombong dibagi
beberapa tingkatan yaitu:
Kesombongan terhadap Allah SWT, yaitu dengan cara
tidak tunduk terhadap perintahnya, enggan menjalankan perintahnya
Sombong terhadap rasul, yaitu perbuatan enggan
mengkuti apa yang diajarkannya dan menganggap Rasulullah sama sebagaimana
dirinya hanya manusia biasa.
Sombong terhadap sesama manusia dan hamba
ciptaanya, yaitu menganggap dirinya lebih dari orang lain dan makhluk ciptaan
Allah yang lain dengan kata lain menghina orang lain atau ciptaan Allah
lainya.[4]
Ayat-ayat al-Qur’an Tentang Sombong
Q.S Al-Isra’:
37
وَلا تَمْشِ فِي الأرْضِ مَرَحًا إِنَّكَ لَنْ تَخْرِقَ الأرْضَ وَلَنْ تَبْلُغَ الْجِبَالَ طُولا (٣٧)
dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini
dengan sombong, karena Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi
dan sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung.
Muradat
مَرَحًا : kesombongan dan
kecongkakan. dalam tafsir Al-Qurtubi pengertiannya adalah kegembiraan yang
sangat, sombong dalam berjalan.
لَنْ تَخْرِقَ الأرْضَ : kamu takkan dapat menjadikan jalan di bumi dengan pijakanmu dan jejakmu yang hebat.[5]
Tafsir ayat
Dalam ayat ini Allah SWT melarang hambanya
berjalan dengan sikap congkak dan sombong di muka bumi. Sebab kedua sikap ini
adalah termasuk memuji diri sendiri yang tidak disukai oleh Allah dan orang
lain.
Almaraghi dalam tafsirnya menjelaskan ayat ini
bahwa, seorang manusia hendaknya jangan berjalan dengan sikap sombong,
bergoyang-goyang seperti jalannya raja yang angkuh. Sebab dibawahnya terdapat
bumi yang tidak akan mampu manusia menembusnya dengan hentakkan dan injakkan
kakinya yang keras terhadapnya. sedang diatasnya terdapat gunung yang takkan
mampu manusia menggapai, menyamai dengan ketinggian atau kesombongannya.
Dalam tafsir Al-Qurtubi maksud menyamai gunung adalah
manusia dengan dengan kemampuanya ia tidak akan bisa mencapai ukuran seperti
itu. Sebab manusia adalah hamba yang sangat hina yang dibatasi dari bawah dan
atasnya. Sedang sesuatu yang dibatasi itu terkungkung dan lemah. Dan yang
dimaksud dengan bumi, adalah engkau menembusnya dan bukan menempuh jaraknya.[6]
Jadi manusia dilingkupi oleh dua benda mati yang kamu lemah dari keduanya. Maka
bagi orang yang lemah dan terbatas, tak patut baginya bersikap sombong.
Oleh karena itu besikap tawadhulah, jangan takabur/sombong,
karena kamu hanya makhluk yang lemah, terkurung anatra batu dan tanah, oleh
karena itu, janganlah kamu bersikap seperti makhluk yang kuat dan serba bisa.
Ayat ini merupakan teguran keras, ejekan dan cegahan bagi orang yang bersikap
sombong.[7]
AS-SAJDAH :15
إِنَّمَا يُؤْمِنُ بِآيَاتِنَا الَّذِينَ إِذَا ذُكِّرُوا بِهَا خَرُّوا سُجَّدًا وَسَبَّحُوا بِحَمْدِ رَبِّهِمْ وَهُمْ لا يَسْتَكْبِرُونَ (١٥)
Sesungguhnya orang yang benar benar percaya kepada
ayat ayat Kami adalah mereka yang apabila diperingatkan dengan ayat ayat itu
mereka segera bersujud seraya bertasbih dan memuji Rabbnya, dan lagi pula
mereka tidaklah sombong.
Mufradat
: ذُكِّرُوا dinasehati dengan
ayat-ayat Allah
خَرُّوا: mereka terjatuh
(menyungkur)
وَسَبَّحُوا بِحَمْدِ رَبِّهِمْ : mereka
mensucikan dari siafat yang tidak layak bagi kebesaran dan keagungannya
Tafsir ayat
Menurut Quraish shihab dalam Ayat ini Allah SWT
menjelaskan ciri-ciri orang mukmin yaitu apabila mereka diperingatkan dengan
Ayat-ayat Allah mereka segera menyungkur dan bersujud dan bertasbih memuji rabbnya, dan mereka
tidak menyombongkan diri. Dan ayat ini juga menggambarkan dua sifat orang
mukmin yang menonjol pertama, pengetahuan dan pertambahan iman mereka setiap
mendengar ayat-ayat Allah, dan kedua kerendahan hati mereka yang dicerminkan
dengan tasbih dan tahmid serta dilukiskan dengan kalimat “sedang mereka tidak
menyombongkan diri.[8]
Dalam tafsir Al-Qurtubi yang dimaksud tidak
menyombongkan diri disini, menurut Yahya Bin Sallam adalah, tidak menyombongkan
diri terhadap Allah dengan tidak melaksanakan ibadah atau perintahnya. Dan
menurut An-Naqqasy tidak menyombongkan diri seperti penduduk makkah yang enggan
bersujud pada Allah.[9]
AZ-ZUMAR :60
وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ تَرَى الَّذِينَ كَذَبُوا عَلَى اللَّهِ وُجُوهُهُمْ مُسْوَدَّةٌ أَلَيْسَ فِي جَهَنَّمَ مَثْوًى لِلْمُتَكَبِّرِينَ (٦٠)
60. dan pada hari kiamat kamu akan melihat
orang-orang yang berbuat Dusta terhadap Allah, mukanya menjadi hitam. Bukankah
dalam neraka Jahannam itu ada tempat bagi orang-orang yang menyombongkan diri?
Tafsir mufradat
وُجُوهُهُمْ مُسْوَدَّةٌ : wajah-wajah mereka menghitam karena nampak padanya pengaruh-pengaruh
kehinaan dan penyesalan
مَثْوًى: tempat tinggal
Tafsir ayat
Dalam ayat ini Al maraghi menjelaskan bahwa Allah
SWT memperlihatkan pada Rasul SAW di hari kiamat, wajah dari orang-orang yang
berbuat dusta terhadap Allah, yaitu mereka yang mengagaap bahwa Allah mempunyai
anak, dan bahwa Allah mempunyai sekutu, mereka berbuat sombong lalu menyembah
sesembahan-sesembahan lain selain allah, wajahnya berwarna hitam, karena
diliputi kesedihan dan kepiluan yang
menguasainya dan kemuaraman yang dialaminya. mereka dikembalikan ke penjara,
dimana mereka akan mendapatkan kehinaan dan kerendahan disebabkan karena
keengganan mereka untuk mematuhi kebenaran.
Demikian pembahasan somobong beserta beberapa ayat
yang telah dikemukakan diatas. semoga yang sedikit ini bisa memberikan manfaat.
[1] Maktabah syamilah, Hr. Muslim no. 131
[2] Fathul Bari’ 10 hal 601.
[3] Imam Al-Ghazali, Mutiara ihya’ ulumuddin (bandung : mizan, 1997) Hlm
293.
[4] . Rosihan Anwar, Akhlak Tassawuf (Bandung : Pustaka
Setia,2010) Hlm 131
[5] Ahmad
Mustafa Al-Maraghi, terjemah tafsir Al-Maraghi (semarang : CV. Toha Putra,
1993) hlm. 84-85.
[6] Syaikh
imam Al-qurtubi, tafsir Al-Qurtubi, jilid 10 (jakarta: pustaka Azzam, 2008)
hlm. 647.
[7] Ahmad
Mustafa Al-Maraghi, terjemah tafsir Al-Maraghi (semarang : CV. Toha Putra,
1993) hlm. 84-85.
[8] Muhammad Quraish shihab, tafsir Al-misbah:
pesan dan keserasian Al-Qur’an, volume 11 (jakarta: lantera hati, 2005) hlm. 194.
[9] Tafsir
Al-Qurtubi Jilid 14 hlm 239.
Salah satu tujuan diutusnya
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam adalah untuk memperbaiki akhlak manusia.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ
صَالِحَ الْأَخْلَاقِ
“Sesungguhnya aku diutus untuk
menyempurnakan akhlaq yang baik.” (HR. Ahmad 2/381. Syaikh Syu’aib Al Arnauth
menyatakan bahwa hadits ini shahih)
Islam adalah agama yang
mengajarkan akhlak yang luhur dan mulia. Oleh karena itu, banyak dalil al Quran
dan as Sunnah yang memerintahkan kita untuk memiliki akhlak yang mulia dan
menjauhi akhlak yang tercela. Demikian pula banyak dalil yang menunjukkan
pujian bagi pemilik akhlak baik dan celaan bagi pemilik akhlak yang buruk.
Salah satu akhlak buruk yang harus dihindari oleh setiap muslim adalah sikap
sombong.
Sikap sombong adalah memandang
dirinya berada di atas kebenaran dan merasa lebih di atas orang lain. Orang
yang sombong merasa dirinya sempurna dan memandang dirinya berada di atas orang
lain. (Bahjatun Nadzirin, I/664, Syaikh Salim al Hilali, cet. Daar Ibnu Jauzi)
Islam Melarang dan Mencela Sikap
Sombong
Allah Ta’ala berfirman,
وَلاَ تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلاَ تَمْشِ فِي اللأَرْضِ مَرَحاً إِنَّ اللهَ لاَ يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَجُوْرٍ
{18}
“Dan janganlah kamu memalingkan
mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi
dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi
membanggakan diri.” (QS. Luqman:18)
Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْتَكْبِرِينَ
“Sesungguhnya Dia tidak menyukai
orang-orang yang menyombongkan diri.” (QS. An Nahl: 23)
Haritsah bin Wahb Al Khuzai’i
berkata bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَلَا أُخْبِرُكُمْ بِأَهْلِ النَّارِ قَالُوا بَلَى قَالَ كُلُّ عُتُلٍّ جَوَّاظٍ مُسْتَكْبِرٍ
“Maukah kamu aku beritahu
tentang penduduk neraka? Mereka semua adalah orang-orang keras lagi kasar,
tamak lagi rakus, dan takabbur(sombong).“ (HR. Bukhari no. 4918 dan Muslim no.
2853).
Dosa Pertama Iblis
Sebagian salaf menjelaskan bahwa dosa pertama kali yang muncul kepada
Allah adalah kesombongan. Allah Ta’ala berfirman,
وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلاَئِكَةِ اسْجُدُوا لأَدَمَ فَسَجَدُوا إِلاَّ إِبْلِيسَ أَبَى وَاسْتَكْبَرَ وَكَانَ مِنَ الكَافِرِينَ {34}
“Dan (ingatlah) ketika Kami
berfirman kepada para malaikat: “Sujudlah kalian kepada Adam,” maka sujudlah
mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur (sombong) dan ia termasuk golongan
orang-orang yang kafir“ (QS. Al Baqarah:34)
Qotadah berkata tentang ayat
ini, “Iblis hasad kepada Adam ‘alaihis salaam dengan kemuliaan yang Allah
berikan kepada Adam. Iblis mengatakan, “Saya diciptakan dari api sementara Adam
diciptakan dari tanah”. Kesombongan inilah dosa yang pertama kali terjadi .
Iblis sombong dengan tidak mau sujud kepada Adam” (Tafsir Ibnu Katsir, 1/114,
cet al Maktabah at Tauqifiyah)
Hakekat Kesombongan
Diriwayatkan dari Abdullah bin
Mas’ud radhiyallahu ‘anhu dari Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam, beliau
bersabda,
لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ قَالَ رَجُلٌ إِنَّ الرَّجُلَ يُحِبُّ أَنْ يَكُونَ ثَوْبُهُ حَسَنًا وَنَعْلُهُ حَسَنَةً قَالَ إِنَّ اللَّهَ جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ
“Tidak akan masuk surga
seseorang yang di dalam hatinya terdapat kesombongan sebesar biji sawi.” Ada
seseorang yang bertanya, “Bagaimana dengan seorang yang suka memakai baju dan
sandal yang bagus?” Beliau menjawab, “Sesungguhnya Allah itu indah dan menyukai
keindahan. Sombong adalah menolak kebenaran dan meremehkan orang lain.“ (HR.
Muslim no. 91)
An Nawawi rahimahullah berkata,
“Hadist ini berisi larangan dari sifat sombong yaitu menyombongkan diri kepada
manusia, merendahkan mereka, serta menolak kebenaran” (Syarah Shahih Muslim
Imam Nawawi, II/163, cet. Daar Ibnu Haitsam)
Kesombongan ada dua macam, yaitu
sombong terhadap al haq dan sombong terhadap makhluk. Hal ini diterangkan oleh
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada hadist di atas dalam sabda beliau,
“sombong adalah menolak kebenaran dan suka meremehkan orang lain”. Menolak
kebenaran adalah dengan menolak dan berpaling darinya serta tidak mau
menerimanya. Sedangkan meremehkan manusia yakni merendahkan dan meremehkan
orang lain, memandang orang lain tidak ada apa-apanya dan melihat dirinya lebih
dibandingkan orang lain. (Syarh Riyadus Shaalihin, II/301, Syaikh Muhammad bin
Shalih al ‘Utsaimin, cet Daar Ibnu Haitsam)
Sombong
Terhadap al Haq (Kebenaran)
Sombong terhadap al haq adalah
sombong terhadap kebenaran, yakni dengan tidak menerimanya. Setiap orang yang
menolak kebenaran maka dia telah sombong disebabkan penolakannya tersebut. Oleh karena itu wajib bagi setiap hamba untuk
menerima kebenaran yang ada dalam Kitabullah dan ajaran para rasul ‘alaihimus
salaam.
Orang yang sombong terhadap
ajaran rasul secara keseluruhan maka dia telah kafir dan akan kekal di neraka.
Ketika datang kebenaran yang dibawa oleh rasul dan dikuatkan dengan ayat dan burhan, dia bersikap sombong
dan hatinya menentang sehingga dia menolak kebenaran tersebut. Hal ini seperti
yang Allah terangkan dalam firman-Nya,
إِنَّ الَّذِينَ يُجَادِلُونَ فِي ءَايَاتِ اللهِ بِغَيْرِ سًلْطَانٍ أَتَاهُمْ إِن فِي صُدُورِهِمْ إِلاَّ كِبْرٌ مَّاهُم بِبَالِغِيهِ فَاسْتَعِذْ بِاللهِ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ {56}
“Sesungguhnya orang-orang yang
memperdebatkan tentang ayat-ayat Allah tanpa lasan yang sampai pada mereka
tidak ada dalam dada mereka melainkan hanyalah (keinginan akan) kesombongan
yang mereka sekali-klai tiada akan mencapainya, maka mintalah perlindungan
kepada Allah. Sesungguhnya Dia Maha Mnedengar lagi Maha Melihat” (QS.
Ghafir:56)
Adapun orang yang sombong dengan
menolak sebagian al haq yang tidak sesuai dengan hawa nafsu dan akalnya –tidak
termasuk kekafiran- maka dia berhak mendapat hukuman (adzab) karena sifat
sombongnya tersebut.
Maka wajib bagi para penuntut
ilmu untuk memiliki tekad yang kuat mendahulukan perkataan Rasul shalallahu
‘alaihi wa sallam di atas perkataan siapa pun. Karena pokok kebenaran adalah
kembali kepadanya dan pondasi kebenaran dibangun di atasnya, yakni dengan
petunjuk Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam. Kita berusaha untuk mengetahui
maksudnya, dan mengikutinya secara lahir dan batin. (Lihat Bahjatu Qulubil
Abrar, hal 194-195, Syaikh Nashir as Sa’di, cet Daarul Kutub ‘Ilmiyah)
Sikap seorang muslim terhadap
setiap kebenaran adalah menerimanya secara penuh sebagaimana firman Allah ‘Azza
wa Jalla,
وَمَاكَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلاَمُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللهُ وَرَسُولَهُ أَمْرًا أَن يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةَ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَن يَعْصِ اللهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلاَلاً مُّبِينًا {36}
“Dan tidaklah patut bagi mukmin
laki-laki dan mukmin perempuan, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan
suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan
mereka.” (QS. Al-Ahzab: 36)
فَلاَ وَرَبِّكَ لاَيُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لاَ يَجِدُواْ فِي أَنفُسِهِمْ حَرَجًا مِّمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا {65}
“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada
hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara
yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka
sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima
dengan sepenuhnya” (QS. An Nisaa’: 65)
Sombong
Terhadap Makhluk
Bentuk kesombongan yang kedua
adalah sombong terhadap makhluk, yakni dengan meremehkan dan merendahkannya.
Hal ini muncul karena seseorang bangga dengan dirinya sendiri dan menganggap
dirinya lebih mulia dari orang lain. Kebanggaaan terhadap diri sendiri
membawanya sombong terhadap orang lain, meremehkan dan menghina mereka, serta
merendahkan mereka baik dengan perbuatan maupun perkataan. Rasulullah
shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
بِحَسْبِ امْرِئٍ مِنَ الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ
“Cukuplah seseorang dikatakan
berbuat jahat jika ia menghina saudaranya sesama muslim” (H.R. Muslim 2564).
(Bahjatu Qulubill Abrar, hal 195)
Di antara bentuk kesombongan
terhadap manusia di antaranya adalah sombong dengan pangkat dan kedudukannya,
sombong dengan harta, sombong dengan kekuatan dan kesehatan, sombong dengan
ilmu dan kecerdasan, sombong dengan bentuk tubuh, dan kelebihan-kelebihan
lainnya. Dia merasa lebih dibandingkan orang lain dengan kelebihan-kelebihan
tersebut. Padahal kalau kita renungkan, siapa yang memberikan harta,
kecerdasan, pangkat, kesehatan, bentuk tubuh yang indah? Semua murni hanyalah
nikmat dari Allah Ta’ala. Jika Allah berkehendak, sangat mudah bagi Allah untuk
mencabut kelebihan-kelebihan tersebut. Pada hakekatnya manusia tidak memiliki
apa-apa, lantas mengapa dia harus sombong terhadap orang lain? Wallahul
musta’an.
Hukuman Pelaku Sombong di Dunia
Dalam sebuah hadist yang shahih
dikisahkan sebagai berikut ,
أَنَّ رَجُلاً أَكَلَ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- بِشِمَالِهِ فَقَالَ « كُلْ بِيَمِينِكَ ». قَالَ لاَ أَسْتَطِيعُ قَالَ « لاَ اسْتَطَعْتَ ». مَا مَنَعَهُ إِلاَّ الْكِبْرُ. قَالَ فَمَا رَفَعَهَا إِلَى فِيهِ.
“Ada seorang laki-laki makan di
samping Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan tangan kirinya. Lalu
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Makanlah dengan tangan
kananmu!” Orang tersebut malah menjawab, “Aku tidak bisa.” Beliau bersabda,
“Apakah kamu tidak bisa?” -dia menolaknya karena sombong-. Setelah itu
tangannya tidak bisa sampai ke mulutnya” (H.R. Muslim no. 3766).
Orang tersebut mendapat hukum di
dunia disebabkan perbuatannya menolak perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam. Dia dihukum karena kesombongannya.
Akhirnya dia tidak bisa mengangkat tangan kanannya disebabkan sikap sombongnya
terhadap perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Inilah
di antara bentuk hukuman di dunia bagi orang yang sombong.
Mengganti Sikap Sombong dengan
Tawadhu’
Kebalikan dari sikap sombong
adalah sikap tawadhu’ (rendah hati). Sikap inilah yang merupakan sikap terpuji,
yang merupakan salah satu sifat ‘ibaadur Rahman yang Allah terangkan dalam
firman-Nya,
وَعِبَادُ الرَّحْمَنِ الَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى الْأَرْضِ هَوْنًا وَإِذَا خَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ قَالُوا سَلَامًا
“Hamba-hamba Tuhan Yang Maha
Pengasih adalah orang-orang yang berjalan di atas muka bumi dengan rendah hati
(tawadhu’) dan apabila orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata
yang baik.” (QS. Al Furqaan: 63)
Diriwayatkan dari Iyadh bin
Himar radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam pernah
bersabda,
وَإِنَّ اللَّهَ أَوْحَى إِلَيَّ أَنْ تَوَاضَعُوا حَتَّى لَا يَفْخَرَ أَحَدٌ عَلَى أَحَدٍ وَلَا يَبْغِ أَحَدٌ عَلَى أَحَدٍ
‘Sesungguhnya Allah mewahyukan
kepadaku agar kalian bersikap rendah hati hingga tidak seorang pun yang bangga
atas yang lain dan tidak ada yang berbuat aniaya terhadap yang lain” (HR Muslim
no. 2865).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda,
مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ وَمَا زَادَ اللَّهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ إِلاَّ عِزًّا وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ لِلَّهِ إِلاَّ رَفَعَهُ اللَّهُ.
“Sedekah itu tidak akan
mengurangi harta. Tidak ada orang yang memberi maaf kepada orang lain,
melainkan Allah akan menambah kemuliaan untuknya. Dan tidak ada orang yang
tawadhu’ (merendahkan diri) karena Allah, melainkan Allah akan mengangkat
derajatnya.” (HR. Muslim no. 2588)
Sikap tawadhu’ inilah yang akan
mengangkat derajat seorang hamba, sebagaimana Allah berfirman,
دَرَجَاتٍ الْعِلْمَ أُوتُوا
وَالَّذِينَ مِنكُمْ آمَنُوا الَّذِينَ اللَّهُ يَرْفَعِ
“Niscaya Allah akan meninggikan
orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang-orang yang berilmu beberapa
derajat “ (QS. Al Mujadilah: 11).
Termasuk buah dari lmu yang
paling agung adalah sikap tawadhu’. Tawadhu’ adalah ketundukan secara total
terhadap kebenaran, dan tunduk terhadap perintah Allah dan rasul-Nya dengan
melaksanakan perintah dan menjauhi larangan disertai sikap tawdahu’ terhadap
manusia dengan bersikap merenadahkan hati, memperhatikan mereka baik yang tua
maupun muda, dan memuliakan mereka. Kebalikannya adalah sikap sombong yaitu
menolak kebenaran dan rendahkan manusia.
(Bahjatu Qulubil Abrar, hal 110)
Tidak Termasuk Kesombongan
Tatkala Rasulullah shalallahu
‘alaihi wa sallam menceritakan bahwa orang yang memiliki sikap sombong tidak
akan masuk surga, ada sahabat yang bertanya tentang orang yang suka memakai
pakaian dan sandal yang bagus. Dia khawatir hal itu termasuk kesombongan yang
diancam dalam hadits. Maka Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam menerangkan
bahwasanya hal itu tidak termasuk kesombongan selama orang tersebut tunduk
kepada kebenaran dan bersikap tawadhu’ kepada manusia. Bahkan hal itu termasuk
bentuk keindahan yang dicintai oleh Allah, karena sesungguhnya Allah Maha Indah
dalam dzat-Nya, nama-nama dan sifat-sifat-Nya, serta perbuatan-Nya. Allah
mencintai keindahan lahir dan batin.( Bahjatu Qulubil Abrar , hal 195)
Kesombongan
yang Paling Buruk
Al Imam Adz Dzahabi rahimahullah
berkata, “Kesombongan yang paling buruk adalah orang yang menyombongkan diri di
hadapan manusia dengan ilmunya, merasa dirinya besar dengan kemuliaan yang dia
miliki. Bagi orang tersebut tidak bermanfaat
ilmunya untuk dirinya. Barangsiapa yang menuntut ilmu demi akhirat maka ilmunya
itu akan menimbulkan hati yang khusyuk serta jiwa yang tenang. Dia akan terus
mengawasi dirinya dan tidak bosan untuk terus memperhatikannya, bahkan setiap
saat dia selalu introspeksi dan meluruskannya. Apabila dia lalai dari hal itu,
dia akan menyimpang dari jalan yang lurus dan akan binasa. Barangsiapa yang
menuntut ilmu untuk membanggakan diri dan meraih kedudukan, memandang remeh
kaum muslimin yang lainnya serta membodoh-bodohi dan merendahkan mereka, maka hal
ini merupakan kesombongan yang paling besar. Tidak akan masuk surga orang yang
di dalam hatinya terdapat kesombongan walaupun hanya sebesar dzarrah (biji
sawi). Laa haula wa laa quwwata illaa
billah.” (Al Kabaa’ir ma’a Syarh li Ibni
al ‘Utsaimin hal. 75-76, cet. Daarul Kutub ‘Ilmiyah.)
Pembaca yang dirahmati oleh
Allah, semoga Allah Ta’ala menjauhkan kita dari sikap sombong. Hanya kepada
Allah lah kita memohon. Wa shalallahu ‘alaa nabiyyinaa Muhammad.